Journey to Sumbawa Part 4: Rumah Panggung, Dokar, dan Kerbau
Doc. pribadi |
Tentang rumah panggung. Semula saya mengira, rumah panggung adalah rumah adat yang berusia tua dan sengaja dilestarikan untuk memelihara ingatan akan kejadian-kejadian lampau yang teramat berkesan. Karena kebetulan saat itu saya singgah di sebuah desa bernama Jotang, kecamatan Empang, saya kira hanyalah kearifan lokal penduduk desa yang biasa menghargai warisan leluhur sehingga rumah panggung tetap dipertahankan. Ternyata, setelah saya mengunjungi banyak tempat, bisa dibilang prosentasi rumah panggung dan rumah biasa fifty-fifty, artinya hampir sama banyaknya. Bahkan banyak pula yang membangun rumah baru dengan model rumah pangung. Terlihat jelas bagaimana mereka sangat menghargai dan bangga dengan budaya daerahnya.
doc. pribadi |
![]() |
sumber: |
Terakhir, kerbau. Tidak hanya kerbau, tetapi juga sapi sangat mudah ditemui dimana-mana, di sepanjang jalan. Bahkan menurut cerita, seringkali kerbau-kerbau itu lalu-lalang di jalan raya, nyebrang mendadak atau berhenti di tengah jalan sehingga mengganggu pengendara atau pengguna jalan. Salah seorang teman yang baru setahun tinggal di Sumbawa bercerita, ada tetangganya yang meninggal gara-gara menabrak gerombolan kerbau yang sedang melenggang di jalan. Sebenarnya, kerbau-kerbau itu bukan kerbau liar. Semua ada pemiliknya. Setiap kerbau diberi tanda khusus sehingga mudah dikenali. Tapi sengaja kerbau-kerbau itu memang dibiarkan bebas.
Begitu, sekelumit cerita tentang tiga hal yang khas dari Sumbawa. Setidaknya tiga hal ini yang cukup menarik perhatian saya. Jika Anda sudah pernah pergi ke Sumbawa, mungkin Anda punya ketertarikan yang lain?
0 Response to "Journey to Sumbawa Part 4: Rumah Panggung, Dokar, dan Kerbau"
Posting Komentar