Anakku, Izinkan Ibu Bekerja
Saat engkau
menjadi seorang ibu, engkau tak akan pernah sendiri dalam pikiranmu. Seorang
ibu harus selalu berpikir dua kali, satu untuk dirinya sendiri dan satu lagi
untuk anak-anaknya. (Sophia Loren, Peraih
Oscar)
![]() |
sumber gambar: idntimes.com |
Menjadi seorang ibu adalah anugerah tak terhingga. Kebahagiaan
tak terkira. Kehormatan tak ternilai. Prestasi yang membanggakan. Hampir semua
wanita menginginkannya. Tapi kemudian, kemelut datang setelah beberapa jenak
gelar mulia itu disandang. Benarkah ibu hanya boleh diam di rumah?
Berbagai macam alasan dilontarkan. Mulai alasan penghasilan
suami yang pas-pasan, kebutuhan untuk aktualisasi, hingga berkontribusi
membangun peradaban. Ada juga yang hanya beralasan: gengsi.
![]() |
Ustadzah Maslacha |
“Tentu saja semua alasan dibolehkan,” kata Ustadzah Maslacha,
S.T, Kepala Tarbiyah PPTQ Darul Fikri. “Asal seorang ibu tetap bertanggung
jawab terhadap anak-anaknya.”
Namun yang perlu dipertimbangkan oleh ibu yang ingin bekerja
di luar rumah, profesi yang dipilih sebaiknya sesuai dengan kodratnya sebagai
wanita, kontribusinya dibutuhkan ummat, tetap menutup aurat, dan tidak ber-ikhtilat. “Hal yang tak kalah penting
adalah harus dikomunikasikan dengan suami dan anak. Sehingga mereka merelakan
dan mendukung kita bekerja,” tambah beliau yang juga aktif sebagai master trainer di KPI.
Karena
harus diakui, ketika seorang ibu memutuskan untuk bekerja di luar rumah,
sedikit banyak membutuhkan bantuan suami dan anak untuk menyelesaikan urusan
rumah tangga, seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, dan lain-lain. Kadang
kala tetap saja tugas yang banyak itu tak dapat diselesaikan sehingga perlu khadimat atau pembantu.
Bahkan
andai seorang ibu menjadi single fighter
dan menyelesaikan semuanya sendiri dengan cara bangun dini hari, peran dan
kewajibanya sebagai ibu dan istri tak boleh dilupakan. Sehingga tidak hanya
waktu yang harus dimanajemen dengan baik, tetapi energi juga.
“Kewajiban
ibu yang pertama dan utama, dan tidak ada perselisihan lagi tentang hal ini,”
kata Syekh Yusuf Qardhawi, “Adalah mendidik generasi-generasi baru.” Seorang
ibu menjadi madrasah bagi anak-anaknya. Mengajarkan mereka mengenal Allah,
mengenal Islam, membaca Alquran. Juga mengajarkan mereka tentang akhlak
terutama kejujuran. Lalu bagaimana dengan ayah? Peran ayah tentu saja sangat
dibutuhkan. Dalam hal-hal tertentu sifat tegas ayah menjadi penyeimbang
kelembutan seorang ibu.
![]() |
Syekh Yusuf Qardhawi |
Kewajiban
lainnya adalah, memberikan asupan ASI yang memadai. Sebagaimana firman Allah
dalam surah Al-Baqarah ayat 233: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya
selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna.” Dalam hal
ini, peran ibu tidak tergantikan.
Lantas,
dengan tugas yang sedemikian banyak itu, apakah berarti sebaiknya ibu di rumah
saja mengurus anak dan suami? Sekali lagi, tidak ada satupun fatwa yang
mengatakan bahwa seorang ibu haram hukumnya bekerja di luar rumah. “Hukumnya
Jaiz (boleh),” kata Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer.
Bahkan lanjut beliau, terkadang bisa sunnah atau wajib pada kondisi
tertentu. Semisal janda yang ditinggal mati suaminya dan tidak ada keluarga
yang menanggung kebutuhannya. Hal itu dilakukan demi menjaga izzah dari meminta-minta.
Hal
yang perlu digarisbawahi adalah jangan sampai pekerjaan di luar rumah
melalaikan dari tugas sebagai ibu dan menelantarkan hak-hak anak. Dewasa ini
sudah banyak sekali perangkat teknologi yang dapat memudahkan ibu dalam
mengerjakan urusan rumah tangga dan mendidik anak, termasuk tips dan cara agar
ibu yang bekerja di luar rumah tetap dapat memberikan ASI dengan sempurna.
Yang
terpenting adalah quality time. Waktu
yang berkualitas. Ada ibu yang full
menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga tapi kurang dalam mendidik anak-anaknya.
Tapi sebaliknya, ada yang sebagian besar waktunya di luar rumah, hanya punya
waktu 3-4 jam bersama anak, namun waktu yang sedikit itu menjadi sangat
berkualitas karena benar-benar dimanfaatkan untuk menjalan peran pengasuhan.
Asma’
binti Abu Bakar yang sering disebut dengan panggilan Dzaatun Nithaaqain juga bekerja di luar rumah. Ia membantu suaminya,
Zubair bin Awwam, mengurus kuda, membawa hasil panen dari kebun yang jauh dari
Madinah, dan menumbuk biji-bijian untuk dimasak. Dalam Alquran Surat Al-Qashash
ayat 23 juga dikisahkan ada 2 orang wanita yang menggembalakan ternak dan
bertemu dengan Nabi Musa AS.
Jadi, semua berpulang pada ibu. Bermusyawarah dengan suami,
pertimbangkan maslahat dan mudharatnya. Jika tujuan utamanya hanya membantu
suami dalam hal nafkah, bukankah masih banyak pekerjaan yang bisa dilakukan di
rumah dengan penghasilan yang tak kalah menjanjikan?
Semoga para pembaca majalah SQ yang juga seorang ibu, selalu
diberi kemudahan oleh Allah untuk mempersembahkan yang terbaik bagi putra-putri
tercinta.
“Seorang ibu
adalah semilir angin sejuk yang menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang
ke seluruh ruang kehidupan. Ia begitu berpengaruh dalam membentuk manusia yang
baik.” (Muhammad Syekh Al-Ghazali)
(Dimuat di Majalah SQ Edisi Desember 2016). Bagi yang ingin mendapatkan majalah ini atau menjadi donatur Yayasan Dompet Al-Quran Indonesia (DeQI), sebuah lembaga sosial yang berfokus untuk menyantuni anak yatim penghafal Qur'an, bisa menghubungi saya atau situs resminya www.dompetalquran.org
0 Response to "Anakku, Izinkan Ibu Bekerja "
Posting Komentar