Turba Kedua ke FLP Gresik; Bertemu Para Sesepuh
Sabtu
(3/2/2018) saya dapat undangan mengisi workshop menulis esai di SDIT Al-Ibrah,
Gresik. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan. “Sekalian kita turba, Nur,” kata
saya pada Sri Hidayati Nur, pengurus FLP Jatim yang juga mantan ketua FLP
Gresik. Saya juga menghubungi Chairi via wapri. Disepakati pertemuan setelah
acara workshop selesai, bakda dhuhur.
Menjelang pukul
12.30, kami sudah siap di pelataran SDIT Al-Ibrah. Tapi hujan deras mengguyur
begitu cepat. Saya, Nur, dan Chairi akhirnya memutuskan ngobrol di dalam kelas.
Baru saja kami menata kursi dan meja, hujan berangsur reda. “Kita pindah tempat
aja yuk,” ajak Chairi.
Ketika sudah
sampai di parkiran dan hendak menyalakan mesin sepeda motor, hujan kembali
lebat. Kami ngiyup kembali. Ngobrol-ngobrol
ringan sambil juga nunggu Mbak Retno (Bendahara FLP Jatim) yang sedang dalam
perjalanan dari Benowo.
Di sela-sela
bincang santai, Nur memperkenalkan saya dengan sesosok ustadzah, namanya Betty.
Rupanya, masya Allah, beliau adalah sesepuh FLP Gresik. Pendiri sekaligus ketua
pertama FLP Gresik. Bu Betty pun asyik mengenang saat beliau aktif di FLP, bersama
Mas Bahtiar HS dan Mas Haikal Hira. “Dulu hampir setiap Haikal keliling Jatim,
saya diminta ikut,” tutur beliau. Gresik bahkan menjadi tuan rumah Muswil pertama
FLP Jatim. Jadi bisa dibilang FLP Gresik ini sudah lumayan tua. Berdiri kurang
lebih sejak 2005.
Tak berapa
lama di tengah asyik mendengar cerita nostalgia dari Bu Betty, seorang ustadzah
memanggil saya, menyebut nama asli saya. Sejenak saya berusaha mengingat. “Mbak
Aisy?” sambar saya kemudian. Ya, nama lengkapnya pun saya masih ingat.
Almaidatul Istibsyarah. Beliau adalah pendiri FLP Jember, sekaligus sosok yang “menjerumuskan”
saya menjadi ketua FLP Jember, menggantikan beliau. Hehe.
![]() |
dari kiri ke kanan: Chairi, Rafif, Alma, Betty, Nur |
Jujur, saya
harus mengaku, saat itu saya masih unyu-unyu. Entah mengapa saya tak bisa menolak
permintaan tulus beliau meski secara halus. “Mau ya jadi ketua? Gak ada lagi,
Dek…,” kata beliau saat itu. Dan setelahnya, srikandi FLP Jember lainnya ikut
membujuk saya agar menerima amanah tersebut, padahal saya baru hitungan minggu
bergabung dengan FLP Jember. Masih semester dua, masih lugu.
“Saya mau
nulis lagi, saya mau gabung FLP lagi,” kata Mbak Aisy yang tentu saja bagi saya
adalah sepaket kabar bahagia. Bagaimana tidak, sudah lama saya mencari info
tentang beliau. Saya coba kirim inbox ke FB-nya tapi sepertinya tidak aktif,
nomor kontaknya pun sudah tidak punya. Alhamdulillah, pasukan FLP Gresik akan
bertambah lagi. Mungkin ini sebagai ganti karena Chairi sudah merelakan Nur diakuisisi
oleh FLP Wilayah. Hehe.
Sungguh
hujan benar-benar membawa berkah. Saya berkesempatan bertemu dua sesepuh FLP. Mereka
yang merintis dakwah bil qalam ini dari awal. Allah mentakdirkan pertemuan ini
dengan caraNya, dengan skenario terbaikNya.
Sayang obrolan
kami tak bisa panjang. Ustadzah Betty dan Mbak Aisy (ngomong-ngomong sekarang
beliau dipanggil “Ustadzah Alma”) ada amanah yang harus dikerjakan. Saya, Nur,
dan Chairi melanjutkan agenda turba di Adventure
Caffe tak jauh dari SDIT, masih seputar area Gresik Kota Baru (GKB).
Mbak retno juga
menyusul datang, dan Mbak Ayu, salah seorang pengurus FLP Gresik yang begitu
bersemangat hadir sambil membawa bayinya. Jadi dalam turba kali ini, ada tiga
pengurus wilayah yang hadir dan dua pengurus cabang.
![]() |
dari kiri ke kanan: Chairi, Rafif, Retno, Nur, Ayu |
Hanya saja
di situlah permasalahannya. Naskah buku antologi yang sudah masuk ke penerbitan
indie sampai sekarang belum ada kejelasan nasibnya. Padahal sebagian buku yang
dipesan sudah ditunggu oleh pihak perpusda. Dana untuk penerbitan tidak akan
cair jika buku belum jadi. Demikian pula dengan calon anggota baru, penulis
buku antologi itu. Mereka sudah menunggu lama, tak sabar membaca karya pertama.
Karena tak
ada kepastian tentang naskah itulah, Chairi sebagai ketua merasa kesulitan
untuk mengumpulkan teman-teman calon anggota. Jika dibiarkan, ini menyebabkan
kevakuman. Maka kami beri solusi agar naskah dicetak di tempat lain. Pertama,
target selesaikan desain cover dulu dalam waktu singkat. Nah, cover buku itu
yang nanti akan ditunjukkan pada calon anggota. Dengan itu, mereka setidaknya
senang karena sudah ada perkembangan terkait proses penerbitan. Lalu buka
pre-order, bayar sebelum cetak. Lalu cetak sesuai pesanan. Sembari itu,
pertemuan-pertemuan kecil mulai digelar.
Saya mendengar
kabar baik juga dari Chairi, bahwa FLP Gresik sudah mulai bekerjasama dengan
SMPIT Al-Ibrah untuk mengadakan kelas menulis rutin. Tentu ini sebuah progress
yang patut diapresiasi. Ke depan, diimbangi juga dengan pendanaan yang mumpuni.
Bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar, membangun jaringan dengan
personal maupun instansi yang cukup dikenal.
Selain
mendengar dan memberi solusi atas permasalahan yang dialami cabang, kehadiran
wilayah dalam turba juga dalam rangka menyosialisasikan program-programa FLP
Wilayah. Salah satunya adalah program andalan divisi bisnis, dengan menawarkan
cabang mengadakan pelatihan kepenulisan. Divisi bisnis siap meng-organize, sementara keuntungannya nanti
bagi hasil wilayah dan cabang.
Turba berlangsung
lancar dan menyenangkan. Apalagi dengan suguhan menu spesial dari Adventure
Caffe di Jl. Kalimantan GKB. Ada roti bakar coklat eskrim dan segelas squash
lemon. Saking asyiknya, tak terasa jam sudah menunjuk angka lima. Kami bersiap
pulang, Mbak Retno ke Benowo, saya ke Sidoarjo, dengan motor masing-masing.
Langit kota
Gresik berangsur cerah. Warna jingga perlahan merekah.
Sidoarjo, 7
Februari 2018
#miladflp21
#kisahinspiratifFLP
#miladflp21
#kisahinspiratifFLP
1 Response to "Turba Kedua ke FLP Gresik; Bertemu Para Sesepuh"
Pertemuan yang tidak diduga-duga ya, Be. Silaturahim yang membawa berkah, Insya Allah. Aamiin.
Posting Komentar