Menguak Hikmah Ramadan Bagian 4: Mendisiplinkan Ibadah
Ramadan adalah bulan peningkatan ibadah. Kuantitas maupun
kualitasnya. Ketika masuk bulan Ramadan, Rasulullah SAW dan para sahabatnya
mengencangkan ikat pinggang, memperbanyak taqarrub
pada Allah. Terutama pada 10 hari terakhir di bulan Ramadan. Karena di dalamnya
ada satu malam yang nilainya lebih baik daripada beribadah seribu bulan: lailatul qadar.
Kita pun memulai kebiasaan itu di bulan Ramadan.
Shalat subuh tepat waktu, karena sehabis sahur sekalian menunggu adzan subuh. Malam
hari diisi shalat tarawih dan tadarus Al-Qur’an. Dalam sebulan berupaya
mengkhatamkan Al-Qur’an. Sehingga tiada hari tanpa membaca Al-Qur’an.
Pola rutinitas ibadah di bulan Ramadan harusnya terus
kita lanjutkan di bulan-bulan setelah Ramadan. Bukan malah meninggalkannya. Tiga
puluh hari ditempa dengan latihan membuat kita sudah terbiasa, sehingga menjadi
lebih ringan ketika menerapkannya di luar bulan Ramadan. Tetapi kalau sekali
dua kali kita tinggalkan dan bermalas-malasan, berikutnya akan seperti itu.
Sehingga seolah tidak ada bekas Ramadan sama sekali. Kembali ke kebiasaan lama
seperti sebelum Ramadan.
Padahal salah satu tanda diterimanya puasa kita, harus
ada bekas Ramadan. Lebih dekat kepada Allah. Lebih giat beribadah. Ini harus
kita kejar.
Kuncinya kuatkan azzam,
lalu istiqamah. Kebiasaan-kebiasaan baik di bulan Ramadan khususnya ibadah
dilanjutkan. Misalkan, mengkhatamkan Al-Quran setiap bulan, qiyamul lail, shalat dhuha, bersedekah,
dan puasa-puasa sunnah. Anggap seluruh bulan sebagai Ramadan.
Masa kita penuh perhitungan pada Allah. Di bulan
Ramadan, sunnah-sunnah dikerjakan, setelah Ramadan ditinggalkan. Karena pahalanya
gak berlipat ganda lagi? Apakah pernah Allah hitung-hitungan dengan kita
perihal nikmat yang telah diberikan-Nya? Kalau Allah perhitungan, niscaya di
luar bulan Ramadan akan dikurangi juga nikmat-Nya. Kenyataannya tidak kan? Justru
Allah tambah. Nah, apalagi kita gencar mensyukurinya dengan memperbanyak
ibadah.
Kita memang makhluk yang mudah lalai dan lupa. Tapi kita
tahu, cara-cara yang membuat semangat beribadah kita semakin bertambah. Ini
yang perlu selalu kita usahakan. Jangan terus-menerus menyalahkan setan. Setan akan
terus ada dan mengganggu kita sampai hari kiamat. Tetapi kelak di akhirat
mereka tidak akan bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan, meski kita
berkali-kali menudingnya.
Terutama shalat wajib, kita sempurnakan. Di awal
waktu, berjamaah, dan tidak bolong. Karena shalat yang akan dihisab pertama
kali kelak. Jika bagus shalatnya, maka bagus semua amalnya. Jika rusak
shalatnya, rusak pula semua amalnya. Shalat ibarat tiang. Seberapapun megah
sebuah bangunan, jika tiangnya keropos, maka mudah sekali rumah itu roboh
diterpa angin.
Lalu membaca Al-Qur’an. Di bulan Ramadan, mudah sekali
kita membaca 1 juz setiap hari. Lalu mengapa di luar Ramadan tidak bisa? Bukankah
waktu yang tersedia sama 24 jam? Jawabannya, karena kurangnya usaha kita. Kita baca
tulisan di medsos kuat berjam-jam, kenapa 1 juz Al-Qur’an yang rata-rata Cuma butuh
30 menit saja tidak kuat? Bukankah itu kalam Allah, petunjuk hidup kita?
Berikutnya shalat malam. Waktunya sangat longgar dan
bilangan rakaatnya sangat fleksibel, tapi kita jarang mengupayakan. Bisa setelah
shalat isya’, di tengah malam, atau menjelang subuh. Satu rakaat pun sudah
mencukupi. Dikerjakan sebelum tidur, jika khawatir tidak bisa bangun tengah
malam.
Sebenarnya bukan karena kita tidak bisa atau tidak ada
waktu, tapi komitmen kta yang lemah. Masih terlalu transaksional dengan Allah. Buktinya,
kita sanggup ngelembur kerjaan kantor sampai malam. Kita kuat nonton Youtube
sampai berjam-jam. Kenapa untuk shalat dan baca Al-Qur’an tidak bisa?
#bersemadi_harike18
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
0 Response to "Menguak Hikmah Ramadan Bagian 4: Mendisiplinkan Ibadah"
Posting Komentar