Menguak Hikmah Ramadan Bagian 5: Mengendalikan Perut dan di Bawah Perut
Perut berkuasa atas kehidupan manusia. Ia bisa memerintah
manusia melakukan apa saja. Membunuh, mencuri, hingga menentang Tuhan.
Selama
ribuan tahun, pertumpahan darah terjadi di mana-mana. Mulai perang dalam skala besar,
hingga rebutan warisan antar saudara kandung. Pemicunya sama: perut.
Manusia lapar dan akan terus merasa lapar, sampai
perutnya meledak. Sampai ia hancur menjadi tulang-belulang. Andai perut bisa
menampung 1 ton makanan, maka sebanyak itu pula yang akan dijejalkan ke
dalamnya.
Manusia tak takut mati di medan perang. Tapi mereka takut
mati kelaparan. Mati kelaparan adalah kematian yang paling mengerikan. Sehingga
mereka akan melakukan segala cara, bahkan mengorbankan nyawa, menempuh resiko
besar, demi mengisi perutnya.
"Kelaparan adalah buruk gagak," kata Rendra
dalam bait syairnya. Tetapi sesungguhnya, bukan kelaparan yang menjelma burung
gagak. Melainkan, sifat selalu merasa lapar.
"Ambil seciduk saja air," kata Thalut kepada
puluhan ribu prajuritnya. Tapi sebagian besar gagal mengikuti perintahnya.
Hanya sekitar 300 prajurit yang lulus dari ujian itu. Mereka sangat haus,
seciduk tak cukup. Lalu mereka minum seakan-akan hendak menghabiskan seluruh
isi sungai.
Puasa adalah peringatan dari Tuhan. Agar manusia tak
diperbudak oleh perut. Lapar adalah jalan menuju penyucian. Sebab keserakahan
adalah induk dari segala kejahatan.
Para ulama salaf sepakat, bahwa perut yang terlalu
sering kenyang akan menyebabkan hati mengeras. Jika hati keras, maka maksiat
rajin, sebaliknya ibadah menjadi malas. Tak tersentuh lagi dengan ayat-ayat
Allah, tak bergetar hatinya ketika Al-Qur’an dibacakan. Ini berbahaya. Ini musibah
yang besar.
Demikian pula dengan kenikmatan di bawah perut.
Syahwat, adalah pemicu pembunuhan pertama di muka dunia. Qabil membunuh Habil,
karena wanita yang lebih disukainya. Selama berabad-abad, sejarah pun mencatat,
peristiwa-peristiwa besar yang bermula dari syahwat. Syahwat yang liar tak
terkendali akan mengakibatkan kehancuran bagi pelakunya. Di dunia dan di
akhirat.
Puasa menuntut kita untuk mengendalikan sesuatu di
bawah perut itu, mengendalikan syahwat. Bahkan meski terhadap pasangan yang
halal di siang hari bulan Ramadan. Hukumnya haram. Jangankan melakukan hubungan
suami istri, sengaja melakukan sesuatu yang bertujuan mendapatkan kepuasan
seksual pun tidak diperbolehkan. Mata, hati, pendengaran, semuanya ditundukkan.
Jika dua hal ini: perut dan yang di bawah perut sudah
berhasil dikendalikan, artinya kita sudah bisa menundukkan hawa nafsu. Sebuah kemenangan
yang besar. Sebab tak mudah, tak ringan, butuh perjuangan, kesungguhan.
Kita tahu bahwa manusia, sebagaimana diungkap Allah
dalam surat At-Taubah ayat 24, cenderung meyenangi apa-apa yang menyenangkan
perut dan di bawah perut mereka:
Katakanlah,
“Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.
Jelas sekali bunyi ayat itu. Semua yang disebut Allah
itu masuk dalam ksenangan perut dan yang di bawah perut. Kalau di Indonesia
dikenal 3-Ta: harta, tahta, wanita. Harta dan tahta adalah yang diinginkan oleh
perut. Wanita adalah yang diinginkan oleh syahwat.
Islam sama sekali tidak melarang orang memiliki harta
yang banyak dan memiliki kedudukan. Bahkan jika itu bisa banyak bermanfaat bagi
umat, justru dianjurkan. Tetapi berhati-hatilah, karena banyak orang yang
tergelincir karena dua hal itu. Mereka mngumpulkan harta untuk diri mereka
sendiri, memperkaya diri sendiri. Islam tidak melarang seseorang menyenangi
wanita dengan menikahinya. Tetapi berhat-hatilah, karena banyak yang kemudian
bermain serong dengan perempuan asing, berzina, untuk melampiaskan nafsu
syahwatnya.
Puasa Ramadan benar-benar menggembleng kita untuk
tidak tunduk pada perut dan apa yang ada di bawah perut. Jika di luar Ramadan,
mungkin begitu lapar kita langsung makan, begitu syahwat datang langsung
berhubungan, tapi ketika berpuasa, semua itu dikekang. Tidak boleh. Betapa pun kita
sangat menginginkannya. Sungguh indah pelajaran dari Allah ini, bagi
orang-orang yang berakal.
#bersemadi_harike19
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
0 Response to "Menguak Hikmah Ramadan Bagian 5: Mengendalikan Perut dan di Bawah Perut"
Posting Komentar